Budaya Cinta Lingkungan Sejak Dini: Upaya Lestarikan Hutan dan DAS

/
0 Comments
Oleh:

Ahmad Hamdani


Ini tentang Indonesia. Sebuah negeri yang tersusun atas 17.000 lebih pulau, membentang dari Sabang sampai Merauke. Negeri di mana orang-orang semestinya dapat hidup nyaman di dalamnya. Mereka semestinya merasa bahagia, tentram, dan damai. Tuhan telah menganugerahkan segala potensi luar biasa bagi negeri ini. Berada pada garis katulistiwa dan ditempatkan oleh dunia sebagai negara Mega Biodiversity kedua setelah Brazil mencirikan negeri ini memilikii kekayaan alam yang luar biasa. Tanah yang subur dan kaya unsur hara, didukung dengan iklim tropis dan sinar matahari sepanjang tahun, menjadikan hampir sebagian besar tanaman di dunia mampu tumbuh subur di negeri ini. Sekitar 470 Daerah Aliran Sungai (DAS) membentang indah, menyebarkan manfaat bagi kehidupan bangsa di negeri ini.
Hutan dan DAS adalah dua komponen alam yang melimpah di Indonesia. Hutan yang tehampar luas hingga menjadi salah satu paru-paru dunia yang sangat penting bagi kehidupan warga bumi. DAS yang multifungsi siap memenuhi kebutuhan bangsa Indonesia, membentang indah membelah daratan. Hutan dan DAS adalah kekayaan Indonesia yang tidak ternilai. Dari sini sebagian besar bangsa Indonesia menitipkan kehidupan, dan karena inilah Indonesia bisa di kenal. Oleh karenanya, kekayaan ini perlu dikelola dengan baik guna mendatangkan manfaat yang dapat dirasakan bersama. Kekayaan ini harus dijaga dengan teliti sehingga generasi mendatang bisa menikmati. Sayangnya sampai sekarang, hal tersebut sepertinya belum begitu dipahami oleh bangsa ini.

Akhir-akhir ini misalnya, bangsa Indonesia seolah-olah hanya dihadapkan dengan gerakan radikal dari Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Bangsa ini seolah-olah hanya berbicara tentang Eno, korban kekerasan seksual dan Reklamasi Teluk Jakarta. Juga bangsa ini seolah-olah hanya menghadapi dua persoalan, yakni reshuffle kabinet Jokowi-JK dan korupsi. Sementara hijaunya alam Indonesia kian hari kian menyusut akibat pemanfaatan hutan yang tidak terkendali. Laju deforestasi per tahun yang mencapai satu juta hektar tetap bertahan sepanjang sepuluh tahun terakhir seolah diabaikan. Sekitar 80% ikan hias yang ada di dunia berasal dari Indonesia, tapi fakta yang ada adalah pasar hias dunia dikendalikan oleh Singapura dan Malaysia. DAS mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan seolah dibiarkan. Padahal keduanya memiliki nilai guna yang sangat besar bagi kehidupan. Kita seolah-olah lupa, ketika eksistensi hutan dan DAS terganggu dampaknya akan menyebar pada semua aspek kehidupan bak virus yang dapat menimbulkan bencana. 



Pemanfaatan alam yang melebihi ambang batas dan tidak terencana dalam konsep keterpaduan akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang bisa menjadi penyebab terjadinya bencana. Banjir di beberapa daerah, asap tebal akibat terbakarnya hutan Riau dan Kalimantan, krisis air bersih, dan rusaknya wilayah DAS misalnya, merupakan contoh bahwa hal tersebut tidak saja merugikan materi dan menguras energi, tetapi juga mengorbankan jiwa manusia. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa hal tersebut bisa terjadi? Bukankah negeri ini sudah memiliki perangkat hukum yang jelas mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup? Hal ini sudah menjadi bukti, bahwa budaya cinta lingkungan masih belum bisa kita wujudkan secara nyata, sehingga hal inilah yang menjadi tantangan besar bangsa kita.

Pentingnya Hutan dan DAS 
Hutan dan DAS merupakan komponen alam yang penting. Keberadaannya yang melimpah di Indonesia memberikan manfaat yang besar tidak hanya bagi bangsa Indonesia tetapi juga masyarakat dunia. Bagaimana tidak, hutan yang tehampar menghijau di bumi pertiwi ini adalah paru-parunya dunia yang sangat penting bagi kehidupan. DAS yang membentang indah membelah daratan pun memberikan manfaat besar dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat disekitarnya. 
Menurut Spurr (1973), hutan merupakan sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan  iklim setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya. Keberadaan hutan telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan, hal ini tercermin dari fungsi hutan yang dikemukakan Suparmoko (1997) di antaranya adalah mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi, serta memelihara kesuburan tanah; menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi; melindungi suasana iklim dan memberi daya pengaruh yang baik; memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, dan taman wisata, serta sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan, pendidikan, dan pariwisata; serta merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa fungsi hutan sangatlah luar biasa. Hal tersebut akan memberikan manfaat yang maksmal hanya apabila hutan didayagunakan sebagaimana mestinya. Banjir dan tanah kering tidak akan menjadi ancaman yang mengetirkan bila hutan dijaga dengan baik. Karena ketika hutan memiliki pohon-pohon yang rimbun, hutan pun dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam tanah di celah-celah perakaran, kemudian melepaskannya secara perlahan melalui DAS. Hutan dapat mengontrol debit air pada sungai sehingga pada saat musim hujan tidak meluap dan pada saat musim kemarau tidak kering.
Setelah hutan, ialah DAS yang merupakan komponen alam yang juga penting. Menurut Pakpahan (1991), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, berupa punggung-punggung bukit, dimana semua air hujan yang jatuh di dalam akan mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui suatu outlet pada sungai tersebut, atau merupakan satuan hidrologi yang mengambarkan dan menggunakan satuan fisik biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam.
Istilah DAS mungkin masih belum banyak dikenal oleh masyarat Indonesia, oleh karenanya seringkali terabaikan. Akan tetapi seperti halnya hutan, DAS pun memiliki fungsi yang sangat besar bagi kehidupan, seperti: mengalirkan air, menyangga kejadian puncak hujan, melepas air secara bertahap, memelihara kualitas air, dan  mengurangi pembuangan massa (seperti tanah longsor). Sehingga, keberadaannya perlu dikawal bersama guna memberikan manfaat sebagaimana mestinya.

Haruskah Kita Diam?
Merupakan sebuah keniscayaan, Indonesia memiliki salah satu hutan tropis terluas di dunia dan ditempatkan pada urutan kedua dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya. Hutan yang hijau dan terhampar luas ini telah memberikan manfaat berlipat ganda, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Ironisnya, pertumbuhan sektor kehutanan yang sangat pesat dan menggerakkan ekspor bagi perekonomian di tahun 1990-an dicapai dengan mengorbankan hutan karena praktik kegiatan kehutanan yang tidak lestari. Konsekuensinya, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang emisi terbesar ketiga di dunia yang berasal dari penebangan hutan yang berlebihan. Meningkatan degradasi hutan Indonesia semakin memperparah kondisi tersebut. Belum pula kembali pada kondisi semula, data (dari www.ppid.dephut.go.id), mewartakann bahwa saat ini laju deforestasi hutan Indonesia diperkirakan 1,08 juta ha per tahun. Deforestasi terjadi baik secara terencana maupun tidak direncanakan.



        Hilangnya hutan yang tidak direncanakan yang terjadi pada tahun 1990-an akibat adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan kayu untuk industri perkayuan dengan kapasitas hutan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, serta laju deforestasi hutan Indonesia yang mencapai angka 1 juta ha per tahun saat ini, menjadi sebuah tantangan besar. Karena bila tetap dibiarkan, bukan tidak mungkin hutan produksi Indonesia akan lenyap. Keseimbangan alam akan terganggu. Sebagian besar bangsa Indonesia yang menggantungkan hidupnya dari hutan terancam kehidupannya. Lebih luas, hal tersebut akan mengakibatkan global warming semakin memuncak dan kehidupan masyarakat dunia pun akan terusik. 

Belum selesai dengan hutan, kita disuguhi kenyataan bahwa jumlah DAS kritis meningkat setiap tahun. Menurut Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) Rizaldi Boer (dalam: www.republika.co.id), Indonesia memiliki sekira 470 DAS dan jumlah yang kritis meningkat dua DAS setiap tahun. Degradasi ini sudah terjadi sejak 1970-an. Kebanyakan degradasi DAS disebabkan penggunaan lahan untuk pertanian ataupun penggunaan lain, seperti permukiman dan pertambangan. Hal ini perlu menjadi perhatian, baik pemerintah maupun masyarakat secara luas untuk menjaga DAS, karena DAS merupakan faktor kunci untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Terdegradasinya DAS akan mengakibatkan persentase minimum dan maksimum debit air terganggu. Kondisi debit maksimum saat curah hujan tinggi akan mengakibatkan banjir di wilayah hilir.


Melihat kondisi tersebut, haruskah kita diam?

Budaya Cinta Lingkungan Sejak Dini sebagai Jawaban
Kerusakan hutan dan DAS menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang perlu penanganan serius dan melibatkan berbagai pihak; pemerintah, masyarakat, LSM, akademisi dan lainnya. Penanganan tersebut juga harus didukung dengan metode dan pelaksanaan yang tepat pula. Kementerian Kehutanan telah menetapkan dan menjalankan program-program yang dibuat untuk mengatasi meluasnya masalah hutan dan DAS, seperti: Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan), pemberantasan illegal logging, membangun hutan rakyat, konservasi DAS, dan pendidikan lingkungan hidup. Namun kenapa laju deforestasi hutan Indonesia selalu mengalami kenaikan? Lalu, kenapa pula degradasi DAS semakin menghawatirkan? Hal ini karena minimnya kesadaran masyarakat sekitar dan masyarakat pengguna lahan hutan dan DAS untuk berperan aktif, bersama-sama menjaga serta mengelola hutan dan DAS dengan baik.
Sebagaimana kita ketahui, aspek yang paling penting dalam penyelesaian suatu masalah adalah menata kondisi dalam terlebih dahulu baru kemudian kondisi luar. Ketika kondisi dalam sudah benar, maka kondisi luar akan mudah diperbaiki dan dijaga. Sama halnya dengan masalah hutan dan DAS. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menata pola pikir dan memberikan kesadaran masyarakat sekitar serta masyarakat pengguna hutan dan DAS. Ketika pola pikir dan kesadaran akan pentingnya alam sudah terbentuk, maka segala program pemerintah bisa terealisasi dengan baik. Menyikapi hal tersebut, kiranya budaya cinta lingkungan sejak dini menjadi pilihan mutlak.
Budaya cinta lingkungan sejak dini sangat penting untuk ditanamkan pada setiap orang. Budaya cinta lingkungan merupakan podasi dasar dan bentuk penguatan terhadap program-program pelestaraian yang sudah atau tengah digulirkan. Penerapan yang dilakukan sejak dini bertujuan untuk menciptakan kebiasaan sehat sehingga manfaat sumberdaya alam bisa maksimal, berkelanjutan, dan dapat dirasakan generasi mendatang.
Kita ketahui, usia dini merupakan usia yang tepat untuk menerapkan prinsip hidup. Selain karena pada usia ini seseorang mudah menerima sesuatu, juga karena di usia ini seseorang mudah untuk dibentuk karakternya. Ketika budaya cinta lingkungan sudah dimulai sejak dini dan menjadi prinsip hidup, maka dipastikan hal tersebut akan terbawa sampai mati bahkan dimungkinkan akan diseberluaskan kepada orang-orang disekitarnya. Semakin banyak orang yang mempunyai budaya cinta akan lingkungan, maka semakin besar peluang alam terjaga dengan baik.

Memulai budaya cinta lingkungan sebenarnya tidak selamanya memerlukan dana yang besar, karena pada prinsipnya budaya ini bisa dimulai dari yang sangat sederhana, seperti: tidak membuang sampah sembarangan, hemat menggunakan air, gotong royong melakukan reboisasi, dan bijak menggunakan kertas. Adapun dalam skala besar, menanamkan budaya cinta lingkungan bisa dilakukan dengan kerjasama semua pihak terkait. Untuk menangani ancaman dari sampah plastik misalnya, program Gerakan Indonesia Peduli Sampah dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) disokong dengan penguatan melalui peraturan daerah (Perda) dan kerjasama dengan industri-industri perdagangan, melalui bandrol plastik Rp200,00 di mini market. Selain itu kegiatan-kegiatan preventif seperti, gerakan Jumat Bersih, tanam tiga pohon untuk menebang satu pohon, dan aktivitas-aktivitas konservasi alam, bia terus digalakan pada masyarakat.



Kesimpulannya, dengan memperkuat budaya cinta diharapkan masalah Hutan dan DAS dapat terselesaikan dengan baik dan alam bisa ikut terjaga kelestariannya. Hal ini sama artinya dengan memberi jaminan kepada generasi mendatang untuk menikmati alam dengan senyum mengembang. 

Kunjungi juga http://bkkbn.go.id/kependudukan 


Referensi
George Polya. 1957. How to Solve It. New Jersey: Princeton University Press.
Spurr, Stephen H., 1973. Forest ecology. New York: Ronald Press Co.
M., Suparmoko, 1997. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Edisi Ketiga, Yogya: BPFE UGM
Pakpahan, Agus. 1991. Kerangka Analisis Kebijaksanaan Pengembangan DAS bagian hulu. Dalam Pasandaran (Ed.) Irigasi di Indonesia. Jakarta: LP3ES.
Rizaldi Boer. “Daerah Aliran Sungai Makin Kritis”. http://www.republika.co.id/berita/koran/teraju/14/06/27/n7tluq10-daerah-aliran-sungai-makin-kritis (diakses pada 12 Juni 2016 pukul 12:26 WIB).

http://ppid.dephut.go.id/pidato_kemenhut/browse/4 (diakses pada 12 Juni 2016 pukul 12:27 WIB).


You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.