Usia Produktif dan Bonus Demografi

/
0 Comments
Oleh:

Ahmad Hamdani




Oleh banyak pihak, Indonesia disebut sedang menikmati bonus demografi ketika memiliki jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dibanding dengan penduduk usia muda (anak-anak dan balita) dan penduduk usia lanjutnya (lansia). Pemerintah sendiri mengklaim bonus demografi ini sudah dinikmati sejak 2012 yang lalu, dimana rasio ketergantungan penduduk di bawah 50% per 100 penduduk usia produktif. Melalui kekuatan tenaga kerja produktifnya, ke depannya bangsa Indonesia diharapkan mampumenguasai ekonomi dunia. Puncak bonus demografi yang dinikmati Indonesia, diperkirakan terjadi tahun 2028-2031 (Joko, 2015). Setelah itu, jumlah penduduk lansianya akan lebih banyak, karena penduduk usia produktif saat ini akan beralih menjadi penduduk lanjut usia.


Manusia memiliki proses kehidupan, sejak lahir hingga meninggal. Namun dalam alur kehidupan tersebut terdapat penduduk usia produktif. Artinya, dalam usia produktif, penduduk tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas yang rutin. Manusia dikatakan usia produktif, ketika penduduk berusia pada rentang 15-64 tahun. Sebelum 15 tahun, atau setelah 64 tahun tidak lagi masuk ke dalam usia produktif. Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimanakah kondisi usia produktif kita?

Permasalahan Penduduk Indonesia
Secara umum, penduduk Indonesia masih terjebak dalam tiga kubangan masalah, yakni masalah tingkat pendidikan, masalah kesehatan, dan masalah pendapatan atau ekonomi. Pertama, masalah tingkat pendidikan. Keadaan penduduk di negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, tingkat pendidikannya relatif lebih rendah dibandingkan penduduk di negara-negara maju. Jika dilihat secara seksama, rendahnya tingkat pendidikan penduduk Indonesia disebabkan beberapa hal, seperti tingkat kesadaran masyarakat untuk bersekolah rendah, jumlah anak usia sekolah tidak seimbang dengan ketersediaan sarana pendidikan, hingga infrastuktur dan kurangnya jumlah guru khususnya pada daerah-daerah pelosok. Kedua, adalah masalah kesehatan. Hingga kini, Indonesia masih menyisakan beragam problematika kesehatan, seperti kurangnya sarana dan pelayanan kesehatan, kurangnya air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, termasuk masih rendahnya kesadaran masyarakat akan arti hidup yang sehat. Ketiga, masalah pendapatan atau ekonomi. Tingkat pendapatan suatu negara biasanya diukur dari pendapatan per kapita, yaitu jumlah pendapatan rata-rata penduduk dalam suatu negara. Negara berkembang umumnya mempunyai pendapatan per kapita yang rendah, hal ini terjadi karena pendidikan masyarakat rendah, tetapi tidak banyak tenaga ahli, dan besarnya angka ketergantungan.

Munculnya beragam masalah di atas, baik langsung atau pun tidak dan secara spontan atau dalam rentang waktu tertentu telah memberikan dampak serius bagi Indonesia. Hal tersebut tergambar dari kondisi Indonesia yang belum percaya diri untuk berdiri tegak ditengah arus persaingan global. Banyaknya penduduk dengan pendidikan sekadarnya, rumitnya problematika kesehatan, hingga masih tingginya angka kemiskinan di Indonesia tentu menjadi momok yang harus segera disudahi. Momentum bonus demografi yang dialami Indonesia saat ini telah memberikan angin segar untuk hal tersebut. Namun, apakah Indonesia sudah siap dengan bonus demografi?

Bonus Demografi, Tantangan atau Peluang?


Indonesia akan memasuki fase emas yang disebut Bonus Demografi  selama 10 tahun, yang diprediksi akan terjadi pada periode 2020-2030 dengan angka dependency ratio berkisar antara 0,4-0,5 yang berarti 100 orang usia produktif hanya menanggung 40-50 orang usia tidak produktif (Edy, 2013). Sebanarnya, Indonesia sudah mendapat bonus demografi mulai 2012, tetapi baru akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2020 hingga tahun 2030. 

Ada tiga fase yang terjadi dengan hadirnya bonus demogrfi di Indonesia. Fase pertama, angka kelahiran dan kematian melaju dengan sangat tinggi. Fase kedua, meningkatnya kebutuhan hidup rakyat Indonesia sehingga angka kematian menjadi menurun dan angka kelahiran menjadi bertambah. Fase ketiga, angka kematian rendah disebabkan oleh gaya hidup (life style) sehingga membuat angka kelahiran menjadi turun. Inilah fase yang disebut sebagai windows of opportunity (jendela kesempatan), saat jumlah penduduk produktif yang banyak itu dapat diakumulasikan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan karena meningkatnya total investasi yang berimplikasi langsung terhadap kesejahteraan dalam skala komunal serta dapat dinikmati dalam jangka panjang.

Fenomena bonus demografi merupakan sebuah sejarah yang sangat jarang terjadi. Hal ini tentu menjadi hal menggembirakan ketika Indonesia bisa mendapatkannya. Namun, apakah bonus demografi akan menjadi sebuah peluang atau justru menjadi tantangan bagi Indonesia?

Bonus demografi dapat diartikan sebagai  peluang disebabkan oleh menurunya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang. Transisi demografi menurunkan proporsi umur penduduk muda dan meningkatkan proporsi penduduk usia kerja, dan ini menjelaskan hubungan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan ekonomi. Penurunan proporsi penduduk muda mengurangi besarnya investasi untuk pemenuhan kebutuhanya, sehingga sumber daya dapat dialihkan kegunaannya, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Bonus demografi akan menjadi manfaat bagi suatu daerah atau negara apabila kualitas sumber daya manusia (SDM) penduduk usia produktifnya memadai yang ditunjang dengan kemampuan, keahlian dan pengetahuan yang baik. Sehingga dapat menjadi tenaga kerja yang terampil, memiliki keahlian dan pengetahuan untuk menunjang produktivitasnya.

Lalu bagaimana jika usia produktifnya tidak berkualitas? Hal ini akan mengakibatkan potensi manfaat ekonomi dari bonus demografi yang ditandai besarnya jumlah penduduk usia produktif dan rendahnya angka ketergantungan penduduk terancam sia-sia.  Jika penduduk usia produktif lebih banyak menganggur dan tidak mempunyai penghasilan, akan menjadi beban dan ancaman. Jika daerah atau negara minim melakukan investasi sumber daya manusia (human capital investment), penyediaan lapangan kerja dan peningkatan kualitas SDM, baik dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan dan gizi yang memadai, maka bonus demografi tidak memberikan dampak signifikan malah bisa saja bonus demografi berubah menjadi gelombang pengangguran massal dan semakin menambah beban anggaran pemerintah.

Rekomendasi
Tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia agar Bonus Demografi menjadi optimal dan tidak menjadi ancaman adalah sebagai berikut:
1.   Mengawasi laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Mengawasi laju pertumbuhan penduduk dari sekarang dan menjaganya agar tindak terjadi lonjakan yang segnifikan pada tahun 2015-2035. Misalnya dengan mengoptimalisasikan sistem program Keluarga Berencana (KB).
2.   Menciptakan lapangan pekerjaan. Meningkatnya jumlah penduduk usia kerja pada tahun 2015-2035 pemerintah harus menyiapkan lapangan pekerjaan yang mampu menampung jumlah pelamar pekerjaan pada tahun tersebut agar tidak terjadi tingkat penganguran yang lebih tinggi lagi.
3.   Menjamin penduduk usia di bawah 15 tahun saat ini telah mendapatkan pendidikan dan pelayanan yang optimal dari pemerintah. Pada tahun 2015-2035 penduduk usia di bawah 15 tahun saat ini akan menjadi penduduk usia kerja karena itulah pemerintah harus memberikan bekal yang cukup bagi penduduk ini agar dapat mempersiapkan dirinya dengan baik. Pembekalan bisa berupa pelayanan untuk menguasai bahasa asing serta penguasaan teknologi yang diberikan oleh pemerintah secara gratis kepada usia di bawah 15 tahun ini agar mereka mampu bersaing nantinya di tahun 2015-2035.

Adanya perhatian khusus dari pemerintah Indonesia seperti mengawasi laju pertumbuhan penduduk, menciptakan lapangan pekerjaan, dan adanya perhatian khusus terhadappendidikan dan pelayanan akan menjadikan Bonus Demografi menjadi lebih berarti. Sehingga kehadiran Bonus Demografi akan memberikan peluang dan keuntungan yang dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia, hingga akhirnya Indonesia dapat menjadi negara yang kuat. Semoga!

Referensi:
Edy Rachmad. 2013. “Bonus Demofrafi; Peluang dan Tantangan”. Diakses dari:http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=30543&catid=59&Itemid=215 pada,  30 April 2016, pukul 23:01 WIB.
Joko Tri Haryanto. 2015. “Penduduk Lansia dan Bonus Demografi”. Diakses dari: http://kemenkeu.go.id/Artikel/penduduk-lansia-dan-bonus-demografi-kedua pada,  30 April 2016, pukul 21: 46 WIB.




You may also like

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.