Sejarah
umat Islam telah mengalami perjalanan yang sangat panjang dan berliku, sejarah
umat Islam dapat dibagi kedalam tiga periode besar, yaitu: periode klasik(650 –
1250 M), periode pertengahan (1250 – 1800 M) dan periode modern (1800 dan
seterusnya).[1]Ekonomi memiliki peranan yang
signifikan dalam menopang peradaban Islam itu sendiri, sehingga ketika Dinasti Abbasiyah tidak dapat mempertahankan
kekuasaan yang berujung pada keruntuhan dinasti, peradaban Islam menjadi redup
bak ditelan zaman termasuk umat Islam mengalami banyak sekali kerugian seperti
aset berharga di bidang ilmu pengetahuan. Kemunculan kerajaan-kerajaan Islam pasca
keruntuhan Dinasti Abbasiyah pada abad pertengahan memberikanudara segaruntuk dunia Islam, karena kerajaan-kerajaan tersebut mampu mewakili
kemajuan Islam pada masa itu. Banyak aspek yang telah berhasil didongkrak yang
kemudian membawa kembali nama Islam melambung tinggi sebagaimana pada masa
rasulullah maupun Dinasti Abbasiyah, salah satunya adalah pada bidang ekonomi.
Sebagaimana yang dilakukan kerajaan Mughal di India pada masa itu yang mampu
menguasai perekonomian dunia dengan jaringan pemasaran mencapai Eropa.
Perkembangan
Islam pada abad pertengahan pun tidak seperti pada masa sebelumnya yang terpusat
pada satu titik, seperti Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (Irak). Pemberlakuan
sistem pemerintahan terpusat atau sentralisasi ini memiliki kekurang seperti seluruh wewenang
terpusat pada pemerintah pusat, sehingga setiap pimpinan daerah perlu menunggu
instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang hendak
diterapkan diwilayahnya. Kelemahan sistem sentralisasi ini adalah kebijakan dan
keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di
pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama.
Apalagi pada zaman modern seperti sekarang, dimana banyak negarasudah tidak memakai sistem sentralisai
tentunya dapat dimanfaatkan umat Islam untuk mengangat kembali peradaban Islam
pada puncak keemasannya.
Di
era Modern, banyak sekali tantangan dari peradaban barat , termasuk akan
diberlaukukannya world market.
Sehingga umat Islam dituntut untuk lebih responsif dan inovatif agar dapat
bertahan. Munculnya perbankan syariah sebagai salaha satu produk ekonomi islam
dinilai sangat responsive. Walaupun pada zaman Rasulullah Saw. belum terdapat
institusi bank, namun ajaran Islam sudah memberikan prinsip-prinsip dan
filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktivitas perdagangan dan
perekonomian termasuk didalamnya. Meninjau kembali sejarah kemajuan Islam di
bidang ekonomi menjadi sangat penting untuk pencerminan kita guna mendongkrak
kemajuan peradaban Islam.Dengan pola
peninjaun kembali diharapkan bisa meberikan gambaran serta dapat memberikan
motivasi untuk menjadikan Islam kembali jaya khususnya pada aspek ekonomi. Tentunya
kita tidak ingin kemajuan dan prestasi yang dahulu pernah diraih oleh para
pejuang Islam dengan sangat susah payah, hanya dimuat dalam selembaran kertas yang
setiap tahunnya dijejalkan pada pelajaran di sekolah sebagai tuntutan isi
kurikulum semata. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis akan mencoba untuk
mengungkapkan kembali Sejarah Kemajuan
Islam di Bidang Ekonomi Periode Abad Pertengahan Hingga Sekarang.
Kemajuan Islam
di Bidang Ekonomi pada Masa Dinasti Turki Usmani
Kerajaan
Turki Utsmani berdiri tahun 1281. Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari
kabilah Oghuz yang mendiami daerah mongol dan daerah utara negeri Cina, yaitu
Utsman bin Erthogril.[2]
Nama Utsmani sendiri diambil dari kakek mereka yang pertama dan pendiri
kerajaan ini yaitu Utsman bin Erthogril bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh, salah satu cabang keturunan
Oghus Turki. [3]
Diantara tiga kerajaan besar (Mughal di India, Safawi di Persia dan Turki
Usmani di Turki) yang muncul pada masa pertengahan,hanya Turki Usmani yang dapat mendirikan
kerajaan besar dan paling berkuasa.[4]
Tercatat beberapa kota yang maju dalam bidang industri
pada waktu itu di antaranya: Mesir sebagai pusat produksi kain sutra dan
katun. Anatoli selain sebagai pusat produksi bahan tekstil dan kawasan
pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan dunia pada saat itu. Salah satu factor yang mendukung kemajuan Turki Usmani pada
bidang ekonomi adalah orang Turki
terkenal pandai berbaur dengan masyarakat bangsa-bangsa lain, mereka terbuka
dengan berbagai kebudayaan. Sementara itu Usmani mempunyai wilayah kekuasaan
yang sangat luas. Maka, latar belakang ini menyebabkan kebudayaan Usmani
bercorak pluralistik.[5]
Turki
Usmani sangat memberikan dampak yang signifikan bagi dunia Islam termasuk dalam
bidang ekonomi. Negara Turki adalah negara di dua benua. Dengan luas
wilayah sekitar 814.578 kilometer persegi, 97% (790.200 km persegi) wilayahnya
terletak di benua Asia dan sisanya sekitar 3% (24.378 km persegi) terletak di
benua Eropa. Posisi geografi yang strategis itu menjadikan Turki jembatan
antara timur dan barat sehingga pantas jika aspek ekonomi Turki ekonomi bisa
berkembang pesat.
Kemajuan Islam
di Bidang Ekonomi pada Masa Dinasti Mughal di India
Kerajaan
ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat safawiyah, yang berasal dari
nama pendirinya, Safi Al-Din dan nama Safawi terus dipertahankan sampai tarekat
ini menjadi gerakan politik.[6]Safi al Din Al Ardabily adalah keturunan dari
Imam Syi’ah yang ketujuh Musa Al-Khazim. Oleh karena itu dia masih keturunan
Rasulullah dari garis puterinya Siti fatimah. Kerajaan Safawi secara resmi
berdiri di Persia pada 1501 M/907, tatkala Syah Ismail memproklamasikan dirinya
sebagai raja atau syah di Tabriz, demikian pendapat CE Bosworth dan menjadikan Syiah
ItsnaAsyariah sebagai ideologi negara. Namun event sejarah yang
penting ini tidaklah berdiri sendiri. Peristiwa itu berkaitan dengan
peristiwa-peristiwa sebelumnya dalam rentang waktu yang cukup panjang yakni
kurang lebih duaabad.[7] Sejak
Safi Al Din mulai memimpin tarekat safawiyah sampai kepada Syah Ismail memproklamirkan
berdirinya kerajaan safawi pada tahun 1501.
Sektor
ekonomi utama kerajaan Mughal berasal dari hasil pertanian seperti biji-bijian,
padi kapas, nila, rempah-rempah dll., bahkan hasil pertanian ini diekspor ke
negara Eropa, Afrika, Arabia dan Asia tenggara bersama dengan hasil kerajinan
seperti pakaian tenun dan kain tipis yang banyak diproduksi di Gujarat dan
Bengal. Bahkan untuk meningkatkan hasil produksinya Jengahir mengizinkan Inggris
(1611M) dan Belanda (1617M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di
Surat.[8] Kemajuan
yang dicapai Akbar dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya yaitu,
Jehangir (1605-1628), Syah Jehan (1628-1658) dan Aurangzeb (1658-1707),
ketiganya merupakan sultan-sultan besar Mughal yang didukung dengan berbagai
kecakapan dan kekuatan militer , tetapi setelah terjadi pergantian raja raja sesudahnya
kerajaan Mughal mengalami kehancuran.[9]
Kemajuan Islam
di Bidang Ekonomi pada Beberapa Kerajaan Islam di Indonesia
A.Kerajaan Samudera Pasai
Pasai didirikan
pada abad ke-11 oleh Meurah Khair. Kerajaan ini terletak dipesisir Timur Laut
Aceh. Dan dalam sejarah Indonesia
tercatat sebagai kerajaan Islam yang pertama. Pendiri sekaligus raja pertama
Kerajaan Samudra Pasai adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah
(1042-1078).[10]
Perekonomian
masyarakat Samudera Pasai tergantung dari perdagangan. Posisinya yang berada di
jalur perdagangan internasional dimanfaatkan oleh kerajaan ini untuk kemajuan
ekonomi rakyatnya. Menurut beberapa sumber sejarah, diketahui bahwa banyak
pedagang dari berbagai negara berlabuh di Pelabuhan Pasai. Kerajaan ini
berusaha menyiapkan bandar-bandar yang dapat digunakan untuk menambah bahan
perbekalan, mengurus perkapalan, mengumpulkan dan menyimpan barang dagangan,
baik yang akan dikirim ke luar negeri maupun yang disebarkan di dalam negeri.[11]
Kemajuana pada dunia
perdagangan turut mendongkarak perekonomian pula, letak geografis Kerajaan
Samudera Pasai yang berada dijalur perdangan internasional dimanfaatkan dengan
sangat bijaksana, sehingga selain meningkatkan perekonomian rakyatnya tetapi
juga meningkatkan eksistensi Kerajaan Islam dalam aspek ekonomi dengan momen
yang sangat tepat karena mau tidak mau akan banyak pedagang dari berbagai
negara, sehingga persentuhan dengan Islam pun tidak dapat dielakan.
B.Kerajaan Banten
Abad
16 M merupakan awal Berdirinya Kesultanan Banten, pada pengujung abad XVI ini,
para penyebar Islam dari Demak dan Cirebon datang sebagai agen pembaharuan
dengan membangun pusat kekuasaan Islam di muara Cibanten. Banten mengalami
transisi agama dari Hindu ke Islam, dan berlakunya model kehidupan perkotaan
dengan jenis peradaban yang mengacu pada pranata budaya keraton Surasowan
sebagai pusat politik, ekonomi, dan sosial keagamaan. [12] Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan
Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang
panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh Sultan Trenggana menguasai
bandar-bandar di Jawa Barat.
Pada waktu Kerajaan Demak berkuasa, daerah
Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Akan tetapi setelah Kerajaan Demak
mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan
Demak Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim
memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan
Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan.
Hasanuddin memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di
Sumatra Selatan yang sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat.
Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai
pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin wafat.[13] Tidak jauh berbeda
seperti Kerajaan Samudera Pasai, peletakan pelabuhan sebagai poros kemajuan
pada bidang ekonomi juga dilakukan oleh Kerajaan Banten. Terlebih lagi, pada masa
pemerintahan Sultan Hasanudin Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat
perdagangan baik nasional maupun internasional. Lada sebagai komoditas yang
banyak dicarai pada saat itu, dijadikan kunci untuk mendongkrak aspek ekonomi
Kerajaan Banten, sehingga kerap kali pelabuhan Banten dijuluki pelabuhan lada.
Munculnya Perbankan Syariah sebagai
Bentuk Kemajuan Ekonomi Islam di Era Globalisasi
Kebijakan
terhadap dunia perbankan syariah di Indonesia sejak dua belas tahun terakhir
banyak mengalami kemajuan. Setelah 19 tahun diperjuangkan sejak pertama kali
dicetuskan pada sekitar tahun 1973, pada tahun 1992 menjadi sebuah sejarah baru
dalam perbankan Indonesia, dimana pada tahun itu Bank Muamalat Indonesia (BMI)
berdiri sebagai bank yang beroperasi berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah.[14]
UU Nomor 7 tahun 1992, meski tidak memuat pasal secara khusus yang menyebut
prinsip syariah dan hingga tahun 1998 tidak terdapat perangkat aturan
operasional lengkap yang secara khusus mengatur kegiatan usaha, tetapi
undang-undang itu sudah cukup menjadi dasar berdirinya bank syariah pertama
itu.
Walaupun
perkembangan bank syariah di Indonesia agak terlambat bila dibandingkan
negara-negara muslim lainnya, namun nayatanya terus berkembang dan mendapat
sambutan baik. Keberadaan perbankan syariah sebagai suatu sub sistem ekonomi
tentunya baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak
terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan berdampak pula
pada pembangunan suatu negara. Kita ketahui, bahwa ajaran Islam merupakan ajaran
yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Walaupun pada zaman Rasulullah
Saw. belum terdapat institusi bank, namun ajaran Islam sudah memberikan
prinsip-prinsip dan filosofi dasar yang harus dijadikan pedoman dalam aktivitas
perdagangan dan perekonomian termasuk didalamnya perbankan jika ditarik pada
masa sekarang.
Hingga akhir
tahun 2013 tercatat ada 11 Bank Umum Syariah dab 160 BPRS di Indonesia.[15]
Hal ini menunjukan bahwa perbankan syariah mulai diperhitungkan. Ditambah lagi
perhatian bank sentral terhadap bank syairah juga tampak meningkat. Bila dulu
bank syariah hanya diurus oleh sebuahtim, kini ditingkatkan menjadi sebuah
Biro. Kehadiran perbankan syariah dinilai sangat responsif selain sebagai
alternatif dari sistem kapitalisme dan sosialisme, juga mengusung misi ilahiyah
yang sangat sesuai dengan nilai-nilai humanistik, membawa nilai tazkiyah
(kesucian) jauh dari hal-hal yang diharamkan, baik terhadap objek, proses
maupun output-nya dan secara
realisteis menunjukan bahwa sistem ini memiliki nilai kompetitif yang mampu
menghantarkan bangsa ini keluar dari krisis ekonomi yang berkelanjutan, sudah
tidak terbantahkan lagi.[16]
Kemunculan perbankan syariah diharapkan dapat menjadi sebuah terobosan baru
guna mendongkrak kembali kemajuan Islam pada bidang ekonomi.
Referensi
A.Karim,
Adi Warman, Bank Islam: Analisis Fiqih
dan Keuangan. Jakarta: PT. RajaGafindo Jakarta.2007.
Hamid, M. Arifin . Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia: Prespektif Sosioyuridis. Jakarta: Paramuda Jakarta. Cet II. 2008.
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
K. Hitti, Philip. Sejarah Dunia Ara. Yogyakarta: Pustaka Iqro. 2001
Thohir, Ajib. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2010.
[16]
Dr. H. M. Arifin Hamid, MH., Membumikan
Ekonomi Syariah di Indonesia: Prespektif Sosioyuridis, (Jakarta: Paramuda Jakarta, Cet II, 2008),
hlm. 312
Morbi leo risus, porta ac consectetur ac, vestibulum at eros. Fusce dapibus, tellus ac cursus commodo, tortor mauris condimentum nibh, ut fermentum massa justo sit amet risus.